Semalam kamu bertanya tentang kaki langit. Entah bagaimana aku bisa
menerangkan bilamana kaki langitku sendiri tak pernah terjamah dalam
pikiran bahkan bayangan. Sekian detik jantung berhenti dari
kebiasaannya, sekian detik pula aku meluruskan bibir untuk memaksa otak
berpikir. Sungguh aku tak tahu seperti apa? Bayangan pun tidak, meski
itu sekedar kucuran pencernaan.
Dulu waktu aku masih
dewasa berpikir, mungkin akan semudah menemukan pasir di lautan. Namun
tidak untuk saat ini yang serasa anak kecil karena perasaanku padamu.
Aku bisa mengandaikan bahwa tong sampah itu aku, juga bahkan saat-saat
dimana aku bisa menjadi tua dengan menutup biru langit hatimu. Dan
disinilah aku bisa duduk.
Duhai perangai yang indah
dimataku, jangan bebankan padaku emas berkarat-berkarat beratnya.
Karena hanya bisa aku jadikan sebuah lukisan di dinding, tak bisa aku
jadikan rumah kecuali hati emasmu.
Depok, 2012.
untuk permaisuri hatiku.